Gubuk Psikologi Bahagia
Memberikan pengetahuan tentang bagaiman cara mengelola emosi yang baik dan mengetahui proses-proses psikologi yang terjadi pada setiap presistiwa di masyarakat agar hidup menjadi lebih bahagia dan sejahtera.
Translate
Selasa, 03 Desember 2013
Jumat, 01 November 2013
Kegigihan dalam Menuntut Ilmu
Sabtu, 2-November-2103
Ujian tengah semester ini sangatlah mengesankan betapa tidak, ujian dimulai pukul 10.00 WIB sedangkan materi untuk ujian tengah semester tidaklah mencukupi bahkan tidak nyaris tidak ada hahahaha....
dosen studi islam yang mengampu kuliah itu seakan-akan tidak memberikan materi sedikit pun, kita hanya membahas cerita-cerita dia semasa dia masih kuliah di mesir dan membahas kelucuan-kelucuan yang ada hahahaha.... memenga sangat luar biasa.... akan tetapi saya berusaha keras untuk tida terlena dalam keadaan yang mempbuat diri saya terpuruk.
Pada jum'at malam saya berusaha mencari materi dari adik tingkat saya, saya menelpon dia dan akhirnya dia mengangkat telponnya. "halo ini siapa?" kata dia, lalu saya menjawab "ini bang wahyu ingin menanyakan tentang materi studi islam yang sudah diberikan oleh pak dosen dipertemuan terakhir"kata saya, lalu dia mendikte tugas tersebut sehingga pulsa saya juga habis. memnag suatu fenomena yang sangat tidak kebetulan dan memang sudah direncanakan oleh yang maha kuasa. akhirnya saya membeli pulsa, dengan harga 5 ribu rupiah untuk meneleponnya lagi.
Sesudah membeli pulsa, saya menelpon untuk yang kedua kalinya akhirnya akan tetapi, telponan yang kedua kalinya tidak ada jawaban darinya. sampai aku memohon kepadanya agar diberikan arah untuk menuju kosnya akan tetapi tidak ada jawaban juga.
aku pun tidur, malam pun berganti dengan pagi akhirnya aku mencoba untuk memecahkan masalah (problem solving) dengan cara mengkaitkan informasi-informasi yang ada dimana saya memikirkan teman-teman sekelas saya di kelas studi islam 2. akhirnya saya mengingat bahwa saya satu kelas dengan riski, tapi saya tidak mempunyai nomor handponenya untuk menghubunginya. Saya berpikir lagi, kira-kira teman yang dekat riski yang mempunyai nomornya siapa ya? dan akhirnya saya menemukan arga dan segera meminta tolong untuk mengirimkan nomor riski dan akhirnya saya pun bisa menghubungi riski untuk menanyakan tentang tugas tersebut. ada satu lagi masalah yang ada yaitu kontrakan riski yang lumayan jauh dari kosku, akupun pergi ke tempat riski sesuai dengan intruksi dan perintah yang dia berikan mengenai kontrakannya, saya pun sampai dikontrakan itu dan dengan segera mencatat materi-materi tugas tersebut.
Setelah itu saya langusng pergi menuju kampus sebab disana ada wifi gratis untuk memudahkan dalam mencari bahan dalam tugas tersebut. Akan tetapi satu masalah lagi yaitu, handpane saya tertinggal dikontrakan tersebut sehingga saya kesulitan dalam komunikasi akan tetapi hal itu tidak menyurutkan tekad untuk membahas tugas tersebut dan saya pun melanjutkan untuk pergi kekampus.
Sesampainya di kampus langsung saja saya mengeluarkan laptop dani dan menghubungkannya dengan internet dan mencari penjelasan satu persatu dari tugas tersebut. Akhirnya semua tugas sudah selesai dan waktu menunjukkan pukul 09.55 waktuny untuk masuk ruang ujian dan mengerjakan soal dengan maksimal.
Di dalam ruang ujian terlihat soal sama persis seperti yang telah saya kerjakan tadi, jadi saya dengan mudahnya mengerjakan soal ujian tersebut. Alhamdulillah selesai
Inilah kesimpulannya dari cerita saya :
1. kita tidak boleh menyerah walapun banyak sekali cobaan
2. selalu memcari jalan keluar dalam setiap kejadian.
3. Yakinlah Allah akan memudahkan kita dala menuntut ilmu dan beribadah kepadanya.
Tujuan dari pemecahan masalah yaitu :
- Self esstem meningkat
- mempunyai gambaran tentang masalah serupa yang akan dihadapi.
- Tingkat religiusitas bertambah.
- Kesabaran meningkat.
- Kegigihan meningkat
Sejarah Psikologi Pendidikan
Sejarah
Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu
psikologi dalam pembelajaran pendidikan. Psikologi pendidikan terlahir pada
akhir abad ke 19 tepatnya sebelum abad ke 20. Ada tiga tokoh perintis awal
perkembangan psikologi pendidikan yaitu :
1. Wiliiam James (1842-1910)
Wiliam james mengatakan bahwa pentingnya
proses pendidikan dalam belajar dan mengajar di dalam kelas untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
2. John Dewey (1859-1952)
John dewey merupakan penggerak yang
mengaplikasikan psikologi dalam tingkat praktis. Ada beberapa kajian yang
penting dari dirinya yaitu pertama, kita mendapatkan pandangan tentang anak
sebagai pembelajar aktif (active learning), dimana anak bukan pasif duduk diam
menerima pelajaran tetapi juga aktif agar proses belajar anak akan lebih baik. Kedua,
pendidikan harus difokuskan pada anak secara keseluruhan dan kemampuan anak
untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Dewey percaya bahwa anak-anak
seharusnya tidak mendapatkan pelajaran akademik saja, tetapi juga harus
mempelajari cara untuk berpikir dan beradaptasi dengan lingkungan luar sekolah,
seperti mampu untuk memecahkan masalah dengan baik. Ketiga, ia berpendapat
bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang selayaknya, mulai dari kaya
dan miskin, laki-laki dan perempuan, semua golongan etnis, sampai pada semua
lapisan ekonomi-sosial.
3. EL Thorndike (1874-1949)
E.L Thorndike berpendapat bahwa salah satu tuga yang
penting adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Thorndike juga menyampaikan
pendapat bahwa psikologi pendidikan harus punya basis ilmiah dan berfokus pada
pendidikan.
Selain
tiga tokoh tersebut ada juga beberapa tokoh yang menberi andil dalam sejarah
perkembangan psikologi pendidikan baik dalam filsafat, pendidikan dan
psikologinya antara lain adalah :
1.
Democritus, filsuf
pertama yang menekankan pentingnya pengaruh lingkungan dan suasana rumah
terhadap perkembangan kepribadian seseorang sehingga lingkungan dan suasana
rumah perlu dibina sebaik mungkin agar suasananya kondusif (menguntungkan) bagi
perkembangan anak.
2.
Plato
& Aristoteles, mengembangkan sistem pendidikan berdasarkan pada
prinsip-prinsip psikologi.
Aristoteles adalah
tokoh yang idenya berkembang menjadi Psikologi Daya. Dalam psikologi Daya ada 3
kekuatan/komponen dalam jiwa manusia yang ketiganya
saling interdependent (bergantung satu sama lain). Ketiga komponen
tersebut adalah :
a.
Penalaran/Pengertian/Kognitif/Cipta
b. Perasaan/Emosi/Afektif/Rasa
c. Kehendak/Will/
Konasi/Karsa
3.
John
Amos Comenicus, orang pertama yang melakukan penyelidikan ilmiah terhadap
anak. Ia mengatakan bahwa anak adalah individu yang sedang berkembang, oleh
karena itu dilihat dalam bentuk dan karakternya sebagai “anak” dan tidak
sebagai “miniatur orang dewasa”.
4.
Rousseau (seorang
penganut Naturalis), mendasarkan ide-ide pendidikan pada prinsip-prinsip
perkembangan manusia. Ia juga mengatakan bahwa pada dasarnya, anak adalah baik.
5.
John
Locke (seseorang penganut Empirisme), secara kritis mengemukakan
bahwa sewaktu individu lahir dalam jiwanya belum terdapat apa-apa (teoritabula
rasa/kertas putih), tetapi secara potensial, jiwa individu itu sensitif intuk
melakukan impresi terhadap dunia luar dengan melalui sense. Belajar
melalui penalaman dan latihan merupakan sumbangan terbesar dari John Locke dan
tokoh-tokoh empirisme lainnya.
6.
John
Heinrich Pestalozzi, dikenal sebagai tokoh yang menyarankan penyelenggaraan
pendidikan yang bersifat klasikal (rombongan).
7.
Pada
akhir abad ke-18, para psikologi seperti Francis Galton, Stanley Hall,
mempublikasikan hasil-hasil penelitian mereka tentang aspek-aspek perilaku
individu. Hasil- hasil penelitian ini sangat membantu bagi pendidik untuk
memahami para anak didiknya.
8.
William
James, Cattel, Alfred Binet, masing-masing memberikan sumbangan sebagai
berikut :
a.
William
James, dalam bukunya “Principles of Psychology” menyarankan untuk
melakukan pendekatan fungsional dalam psikologi (lawanpsikologi struktural –
Wundt). Fungsionalisme dalam psikologi adalah cara pendekatan yang menganggap
bahwa kesadaran terhadap gejala-gejala mental adalah hal yang utama.
b.
Cattel, memberikan
sumbangan besar dalam hal individul differences dan pengukuran
mental. Individul differencesadalah sembarang sifat atau perbedaan
kuantitatif dalam suatu sifat, yang dapat membedakan satu individu dengan
individu lainnya.
c.
Binet adalah
psikolog pertama yang mengenalkan pengetesan mental/pengukuran inteligensi yang
bersifat individual.
Aliran
psikologi pendidikan lahir pada permulaan abad ke 20 berpengaruh pada aliran
psikologi yang lain seperti Behaviorisme (Watson), Psikoanalisis (Freud), dan
Gestalt(Kohler,Koffka).
Pengujian,
pengklasifikasian dan penilaian pertimbangan metode-metode pendidikan telah
adalah sebelum lahir psikologi pada akhir tahun 1800-an. Kegiatan tesebut di
lakukan oleh ahli-ahli filsafat pendidikan seperti Democritos, Quantilian,
Vives, dan Cominius. Oleh karena itu psikologi pendidikan tidak mengakui
sebagai yang pertama menganalisis sistem proses pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Selasa, 29 Oktober 2013
Treatment changes in the depressive self-schema
SCIENCE BRIEF
Treatment changes in the depressive
self-schema
Research examines effects of cognitive therapy and
medication on the structure of the self-schema.
The depressive self-schema
The depressive schema is a well-organized and interconnected negative
internal representation of self. Believed to develop through early life
experiences and to remain dormant until triggered by negative life events
(Beck, Rush, Shaw, & Emery, 1979), a depressive self-schema has long been identified
as a key factor associated with depression risk (see Beck & Dozois, 2011;
Dozois & Beck, 2008).
This deep level of cognition, once activated by negative life events (such
as loss, failure or rejection) purportedly impacts surface-level cognitions
(e.g., information processing, dysfunctional attitudes, automatic thoughts). As
such, the schema is considered a crucial variable in vulnerability models of
depression. The schema is believed to be characterized by both its content
(e.g., negative absolutist beliefs) and its structure or organization (Ingram,
Miranda, & Segal, 1998). Although many researchers have examined its
content, few studies have attempted to examine the structure of the
self-schema.
The Psychological Distance Scaling Task (PDST; Dozois & Dobson, 2001a,
2001b) was developed to measure the structure of the schema. Participants are
presented with a square grid divided into four quadrants on the computer
screen. The x-axis pertains to self-descriptiveness and is anchored with
"Very much like me" on the right and "Not at all like me"
on the left. The y-axis taps into the valence of the word and is anchored with
"Very positive" at the top and "Very negative" at the
bottom. Adjectives are displayed in the middle of the grid. Using the
computer mouse, participants consider both axes, and place each adjective on
the grid in terms of where it fits in psychological space for them. After
each response, a new grid and new adjective are displayed on the screen, until
all adjectives are presented. The computer records the X and Y
coordinate point for each adjective and calculates the interstimulus distance
among the positive schematic adjectives and among the negative schematic
adjectives. The computations used to derive self-relevant distances
entail dividing the sum of squared positive or negative self-relevant distances
by the total number of possible self-descriptive positive or negative distances
(see Seeds & Dozois, 2010). An assumption of this task is that less
distance among adjectives is indicative of greater interconnectedness or
consolidation of self-referent content, whereas greater distance among
adjectives is indicative of less interconnectedness or consolidation.
A number of studies have shown that a well-organized negative
representation of self (i.e., the organization of the self-schema) meets
sensitivity (Dozois & Dobson, 2001b, Lumley, Dozois, Hennig, & Marsh,
2012; Seeds & Dozois, 2010), specificity (Dozois & Dobson, 2001b,
Dozois & Frewen, 2006; Lumley et al., 2012) and stability (Dozois, 2007;
Dozois & Dobson, 2001a) criteria as a vulnerability factor for depression.
People with depression, for instance, show well-interconnected negative content
and loosely connected positive content. Studies using this method have also
been successful in differentiating the self-schema structures observed in
depression from those seen in anxiety (Dozois & Dobson, 2001b; Dozois &
Frewen, 2006). The interaction of cognitive organization and negative life
events also predicts depression prospectively (Seeds & Dozois, 2010).
The stability of negative cognitive organization has also been supported.
An early trial that examined this idea followed 45 depressed individuals over
a six month period. The hypothesis was that individuals who remitted from
depression would show a significant cognitive shift in information-processing
(e.g., deactivation of negative processing — for example, attention and
memory biases) but that temporal stability would be found on the PDST.
Individuals who improved from a depressive episode showed an increase in
positive processing and a decrease in negative processing over time. As
predicted, however, there was no significant change over time in negative
interpersonal structure (i.e., the
organization of negative adjective content; see Dozois & Dobson, 2001a).
This finding was replicated in an independent sample of 54 patients (Dozois,
2007). In this replication study, interpersonal content remained well-organized
even as patients moved from a depressed to a remitted state. Together, these
studies support one of the central tenets of Beck’s cognitive theory of
depression that negative self-schemas may be present but latent and that, once
activated they may proceed to impact various processing biases associated with
depressed mood (Beck et al., 1979; see Dozois & Beck, 2008).
Thus, cognitive structure or organization for interpersonal content appears
to be a stable vulnerability factor for depression. Stability, however, doesn’t
imply that a vulnerability factor is impermeable to change. It is possible, for
example, that cognitive therapy (CT) is able to alter these negative cognitive
structures. CT is comparable in effectiveness to behavior therapy, other bona
fide psychological treatments and antidepressant medication for an acute
episode of depression, with each treatment producing superior results compared
to placebo (see Beck & Dozois, 2011). CT also carries an advantage,
relative to antidepressant medication, for the prevention of relapse (Glogcuen,
Cottraux, Cucherat, & Blackburn, 1998).
The self-schema and treatment
The precise mechanisms underlying the prophylactic power of CT are not
presently known. One possibility is that CT and antidepressant medication may
both change certain aspects of negative thinking (such as information processing,
automatic thoughts, dysfunctional attitudes) but that cognitive therapy also
alters the “deeper” cognitive structures that give rise to relapse (DeRubeis,
Webb, Tang, & Beck, 2010; Garratt, Ingram, Rand, & Sawalani, 2007).
Consistent with this idea, Segal, Gemar and Williams (1999) compared
patients who had successfully completed either CT or pharmacotherapy. After
remission, participants were administered the Dysfunctional Attitude Scale
(DAS), a self-report measure of negative beliefs and attitudes concerning self.
They were subsequently induced into a dysphoric mood state and then
administered a parallel form of the DAS. Individuals who received
antidepressant medication showed an elevation of DAS scores whereas individuals
in the CT group did not. Segal et al. (2006) showed that this activation was
predictive of subsequent relapse. Thus, it is conceivable that CT changes an
individual’s core negative structures and that this shift may be responsible
for lasting therapeutic gains.
Also consistent with this idea, are the findings from a trial which
compared the combination of cognitive therapy and pharmacotherapy (CT+PT) to
pharmacotherapy (PT) alone (Dozois et al., 2009). Patients were randomly
assigned to one of the two conditions. CT was provided for 15 individual
sessions (one hour/week) and administered according to the
empirically-supported protocol outlined by Beck and his colleagues (Beck et
al., 1979). PT involved medication plus clinical management (SSRI or SNRI plus
augmentation if needed, following the Canadian Network for Mood and Anxiety
Treatment [CANMAT] guidelines; see Kennedy et al., 2009).
There were no significant between-group differences on age, education,
marital status, ethnicity, previous depressive episodes, suicide attempts, current
medications or comorbidity. Similarly, no group differences were obtained on
depression or anxiety at initial assessment. No group differences were found
post-treatment on symptom scores. In other words, both treatments were equally
effective at treating depression.
Consistent with the hypothesis that negative thinking would improve as
depression improved, automatic thoughts changed significantly in both
groups — positive automatic thoughts increased significantly and negative
automatic thoughts decreased significantly (with no statistically significant
between-group differences). Significant changes were also evident on the
Dysfunctional Attitudes Scale — both groups showed a significant decrease
in dysfunctional attitudes from pre- to post-treatment, with no significant
between-group differences.
Individuals treated with CT+PT, however, showed significantly greater
cognitive organization of positive interpersonal content and less
well-connected negative interpersonal content than did individuals treated with
PT alone. Moreover, individuals in the CT+PT group showed significant pre-post
differences on positive and negative cognitive organization, whereas a shift in
cognitive structure was not evident in the PT group (Dozois et al., 2009).
These results are intriguing in light of previous research which has shown that
the organization of interpersonal negative content is stable despite the
remission of depressive symptoms (Dozois, 2007; Dozois & Dobson, 2001a). It
appears that cognitive therapy is able to modify these stable cognitive
structures, an effect that was unique to CT+PT.
These results suggest that, although both medication and CT improve
depressive symptoms, automatic thoughts and dysfunctional attitudes, CT may
offer more in terms of deeper structural change than medication. An important
caveat is that this study examined only CT+PT compared to PT alone. It is
possible that it was the combination of interventions rather than CT alone that
resulted in this change. As such, there is a need to replicate this study
comparing CT alone to medication alone.
Lena Quilty and her colleagues recently completed a trial that compared
cognitive behavioral therapy (CBT) to pharmacotherapy on cognitive products,
processes and structure. A sample of 104 patients were randomly assigned to CBT
(n = 54) or PT (n = 50). The dropout rate was 9 percent and 14 percent,
respectively for CBT and PT, leaving a final sample of 92. Preliminary data
analyses revealed that over the course of 16 weeks of treatment, both the CBT
and the PT groups showed a significant decrease in psychological distance for
positive content (so positive content became more interconnected over time).
There were no significant between-group differences, however, nor a significant
interaction between time and treatment group. Similarly, both groups showed a
significant increase in negative distance (i.e., there was less
interconnectedness of negative content over the course of treatment). In
contrast to the previous study, however, no group differences were found and
the interaction of time and treatment group was not significant.
Conclusion and future directions
Cognitive organization appears to be an important vulnerability factor for
depression. This variable, assessed via the Psychological Distance Scaling
Task, appears to demonstrate sensitivity, specificity and stability. Across two
independent trials, negative cognitive organization remained well
interconnected even though people improved significantly from a depressive
episode.
The impact of cognitive therapy and antidepressant medication on cognitive
organization has also been examined in two trials. In the first trial,
cognitive therapy outperformed medication in shifting cognitive organization.
However, the more recent trial found no significant differences between groups
on cognitive organization. Instead, both treatments resulted in a significant
shift — the positive content became significantly more interconnected and
the negative content less interconnected.
Why were there no differences between groups in the second trial? What may
account for the differences between studies? One argument might be that the
combination of CT+PT resulted in stronger effects on cognitive change
variables; however, in the second trial, CBT and pharmacotherapy each
independently showed a significant shift on cognitive organization. In
addition, it was the PT group in the previous trial that did not shift
significantly for negative content whereas it did in the subsequent trial. The
average severity of depression in the initial trial was somewhat higher than in
the second trial — this may have rendered CT more powerful in changing
cognitive structure in the initial trial, whereas both conditions were able to
do so in the second trial.
Another possibility is that the pharmacological treatment was superior in
the second trial. This explanation seems highly unlikely, however. In both
trials, the pharmacotherapy provided was top of the line: rigorous CANMAT
guidelines were followed closely and the psychiatrist was free to switch or
augment the medication. It is also possible that the first trial was
underpowered compared to the second trial — although effects were found
for CT+PT, there was not sufficient statistical power to detect effects in the
PT alone arm.
These more recent findings are just preliminary and should be treated as
such. Quilty and colleagues will be conducting more nuanced lagged
analyses to see if the causal pathways between psychological distance and
depression are different across treatment groups.
Regardless of the exact reason, these findings call into question the idea
that cognitive organization or structure shifts uniquely in CT. The more recent
trial suggests that pharmacotherapy may also be capable of shifting these
stable cognitive structures — however, this does not rule out the
possibility that the cognitive shift is perhaps the final common pathway.
References
Beck, A. T., & Dozois, D. J. A. (2011). Cognitive therapy: Current
status and future directions. Annual Review of Medicine, 62,
397-409.
Beck, A.T., Rush, A.J., Shaw, B.F., & Emery, G. (1979). Cognitive therapy of depression. New York: Guilford.
DeRubeis, R. J., Webb, C. A., Tang, T. Z., & Beck, A. T. (2010).
Cognitive therapy. In K. S. Dobson (Ed.), Handbook of cognitive-behavioral
therapies (3rd ed., pp. 277-316). New York: Guilford.
Dozois, D. J. A. (2007). Stability of negative self-structures: A
longitudinal comparison of depressed, remitted, and nonpsychiatric
controls. Journal of Clinical Psychology, 63,
319-338.
Dozois, D. J. A., & Beck, A. T. (2008). Cognitive schemas, beliefs and
assumptions. In K. S. Dobson & D. J. A. Dozois (Eds.), Risk factors in depression (pp. 121-143). Oxford,
England: Elsevier/Academic Press.
Dozois, D. J. A., Bieling, P. J., Patelis-Siotis, I., Hoar, L., Chudzik,
S., McCabe, K., & Westra, H. A. (2009). Changes in self-schema structure in
cognitive therapy for major depressive disorder: A randomized clinical
trial. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 77,
1078-1088.
Dozois, D. J. A., & Dobson, K. S. (2001a). A longitudinal investigation
of information processing and cognitive organization in clinical depression:
Stability of schematic interconnectedness. Journal of Consulting and
Clinical Psychology, 69, 914-925.
Dozois, D. J. A., & Dobson, K. S. (2001b). Information processing and
cognitive organization in unipolar depression: Specificity and comorbidity
issues. Journal of Abnormal Psychology, 110, 236-246.
Dozois, D. J. A., & Frewen, P. A. (2006). Specificity of cognitive
structure in depression and social phobia: A comparison of interpersonal and
achievement content. Journal of Affective Disorders,
90, 101-109.
Garratt, G., Ingram, R. E., Rand, K. L., & Sawalani, G. (2007).
Cognitive processes in cognitive therapy: Evaluation of the mechanisms of
change in the treatment of depression. Clinical Psychology: Science
and Practice, 14, 224-239.
Glogcuen, V., Cottraux, J., Cucherat, M., & Blackburn, I. (1998). A
meta-analysis of the effects of cognitive therapy in depression.Journal of Affective Disorders, 49, 59-72.
Ingram, R. E., Miranda, J., & Segal, Z. V. (1998). Cognitive vulnerability to depression. New York:
Guilford Press.
Kennedy, S. H., Lam, R. W., Parikh, S. V., Patten, S. B., & Ravindran,
A. V. (2009). Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments (CANMAT)
Clinical guidelines for the management of major depressive disorder in
adults. Journal of Affective Disorders, 117, 51-52.
Lumley, M. N., Dozois, D. J. A., Hennig, K., & Marsh, A. (2012).
Cognitive organization, perceptions of parenting and depression symptoms in
early adolescence. Cognitive Therapy and Research,
36, 300-310.
Seeds, P. M., & Dozois, D. J. A. (2010). Prospective evaluation of a
cognitive vulnerability-stress model for depression: The interaction of schema self-structure
and negative life events. Journal of Clinical Psychology,
66, 1307-1323.
Segal, Z. V., & Gemar, M., & Williams, S. (1999). Differential
cognitive response to a mood challenge following successful cognitive therapy
or pharmacotherapy for unipolar depression. Journal of Abnormal Psychology,
108, 3-10.
Segal, Z. V., Kennedy, S., Gemar, M., Hood, K., Pedersen, R., & Buis,
T. (2006). Cognitive reactivity to sad mood provocation and the prediction of
depressive relapse. Archives of General Psychiatry,
63, 749-755.
The views expressed in Science Briefs are those of the authors and do not
reflect the opinions or policies of APA.
Senin, 28 Oktober 2013
psikologi belajar
Carl Witherington à Belajar adalah terjadinya proses kontak antara individu (organ sensorik) dengan suatu obyek yang menimbulkan perubahan pada diri berupa kemampuan baru dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
Spears à Belajar adalah proses mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk.
Sigmund Freud à Belajar adalah mengatasi ketegangan-ketegangan psikis.
Atkinson à Belajar adalah perubahan yang relatif permanen pada perilaku yang terjadi akibat dari latihan. (Tidak termasuk kematangan, pengkondisian sementara. Mis kelelahan).
Menurut Atkinson peristiwa belajar mencakup 4 jenis :
1. Habituasi à belajar untuk menimbulkan kebiasaan dengan mengabaikan stimulus yang familier dan tidak menimbulkan konsekuensi serius.
2. Pengkondisian klasik à orgenisme belajar membentuk asosiasi dengan mengenali, memahami bahwa suatu peristiwa tertentu akan terjadi setelah peristiwa lain.
3. Pengkondisian operan à orgenisme belajar membentuk asosiasi dengan mengenali, memahami bahwa suatu peristiwa tertentu akan terjadi setelah peristiwa lain secara silih berganti berurutan.
4. Belajar kompleks à orgenisme belajar membentuk asosiasi yang dibarengi dengan proses lain yanglebih rumit; mis menentukan strategi, membuat peta kognisi ttg lingkungan, dsb.
Inti dari definisi belajar adalah perubahan-perubahan yang bersifat permanen (dapat berupa kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, pengetahuan, dan apresiasi) setelah terjadi kontak antara organ sensorik dengan sesuatu objek.
Ruang Lingkup Psikologi Belajar :
1. Dasar dan sifat pelajar, perlengkapannya serta kesehatan psikisnya.
2. Peranan lingkungan (manusia, kondisi alam & non alam)
3. Sifat-sifat perbuatan pelajar
4. Pertumbuhan serta kematangan pelajar.
5. Penilaian dan kemajuan belajar.
Elemen-Elemen Pokok Dalam Belajar
Robert M. Gagne à 4 elemen pokok dalam belajar :
1. Learner (individu yang belajar); Dalam hal ini meliputi seluruh organisme, aktivitas, memori, kemampuan menampilkan ulang hasil belajar dalam bentuk tingkah laku (yang observable = dapat diamati dan diukur).
2. Stimulus Stuation; Dalam hal ini meliputi keseluruhan situasi disekitar individu.
3. In-put; meliputi materi yang dipelajari serta kaitannya dengan hasil belajar sebelumnya.
4. Response, mencakup hasil dari in-put yang dipelajari dan urutan transformasi; serta apa yang dilakukan pada saat seseorang belajar..
DIAGRAM PERISTIWA BELAJAR
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-27440.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-31015.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-9279.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-19182.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-10790.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-28960.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-4863.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-6894.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-1196.png)
![](file:///C:\Users\jung\AppData\Local\Temp\ksohtml\wps_clip_image-9283.png)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
- Kecerdasan
| ||||
- Bakat
| ||||
- Minat
| ||||
![]() |
PSIKOLOGIS
| ![]() |
- Perhatian
| |
- Motif
| ||||
- Emosi
| ||||
FAKTOR INTERNAL
| ![]() |
- Persepsi
| ||
- Sturktur fisik
| ||||
PHISIIOLOGIS
| ![]() |
- Kondisi fisik
| ||
- Nutrisi
| ||||
- Manusia langsung
| ||||
![]() |
SOSIAL
| ![]() |
- Manusia tidak langsung
| |
- Nilai & Budaya
| ||||
FAKTOR EKSTERNAL
| ![]() | |||
- Teknologi
| ||||
NON SOSIAL & ALAM
| ![]() |
- Iklim
| ||
- Kondisi alam
|
SYAIFUL BAHRI DJAMARAH à
Ruang Lingkup Belajar :
1. Pokok Bahasan Mengenai Belajar :
a. Teori-Teori belajar
b. Prinsip-prinsip belajar
c. Hakekat belajar
d. Jenis-jenis belajar
e. Aktivitas-aktivitas belajar
f. Teknik belajar efektif
g. Karakteristik perubahan hasil belajar
h. Manifestasi perilaku belajar
i. Faktor-faktor yang mempengaaruhi belajar
2. Pokok Bahasan Mengenai Proses Belajar
a. Tahapan perubahan belajar
b. Perubahan-perubahan psikis yangterjadi selama belajar
c. Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku
d. Pengaruhmotivasi terhadap perilaku belajar
e. Signifikansi perbedaan kecepatan dan kapasitas individu dalam memproses kesan pada waktu belajar
f. Masalah lupa dan kemampuan memproses perolehan melalui transfer belajar
3. Pokok Bahasan Mengenai Situasi Belajar
a. Suasana dan keadaan lingkungan fisik
b. Suasana dan keadaan lingkungan non fisik
c. Suasana dan keadaan lingkungan sosial
d. Suasana dan keadaan lingkungan non sosial
METODE DAN PENDEKATAN
Pendekatan-Pendekatan Dalam Belajar
1. Pendekatan Hukum Jost (Jost’s Law) à REBER
Menurut hukum Jost, belajar dengan berulang kali walaupun dengan porsi waktu sedikit, akan lebih baik hasilnya.
Misal : 4 X 2, adalah lebih baik dari pada 2 X 4.
2. Pendekatan Ballard & Clanchy à pendekatan yang dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge) :
a. Conserving à melestarikan yang sudah ada à mereproduksi fakta/informasi.
b. Extending à mengembangkan dengan menganalisis, menginterpretasi, bahkan dengan pemikiran spekulatif.
Perbandingan Pendekatan Belajar Ballard & Clanchy
| ||
Reproduktif
|
Analitis
|
Spekulatif
|
Strateginya:
- Menghafal
- Meniru
- Menjelaskan
- meringkas
|
Strateginya :
- Berpikir kritis
- Mempertanyakan
- Menimbang-nimbang
- Berargumen
|
Strateginya :
- Sengaja mencari kemungkinan dan penjelasan baru
- Berspekulasi dan membuat hipotesis
|
Pertanyaan :
Apa ?
|
Pertanyaan :
- Mengapa ?
- Bagaimana ?
- Apa betul ?
- Apa penting ?
|
Pertanyaan :
Bagaimana kalau ….?
|
Tujuannya :
Pembenaran/penyebutan kembali materi
|
Tujuannya :
Pembentukan kembali materi kedalam pola baru/berbeda
|
Tujuannya :
Menciptakan/ mengembangkan materi penget.
|
3. Pendekatan John B. Biggs à belajar dikelompokkan menjadi 3 prototipe berdasarkan motifnya:
a. Pendekatan surface (permukaan)
b. Pendekatan deep (mendalam)
c. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
Perbandingan Prototipe Pendekatan Belajar Biggs
| ||
Prototipe Pendekatan Belajar
|
Motif dan Krakteristik
|
Strategi
|
Surface Approach
(Pendekatan Permukaan)
|
Ekstrinsik, dengan ciri menghindari kegagalan, tapi tidak belajar keras
|
Memusatkan pada rincian-rincian materi dan semata mereproduksi secara persis
|
Deep Approach
(Pendekatan Mendalam)
|
Intrinsik, dengan ciri berusaha memuaskan keingin tahuan terhadap isi materi
|
Memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan diskusi
|
Achieving Approach
(Pendekatan mencapai prestasi tinggi)
|
Ego-enhancement, dengan ciri bersaing untuk meraih nilai/ prestasi tinggi
|
Mengoptimalkan pengaturan waktu dan usaha belajar (study skill)
|
METODE-METODE PSIKOLOGI BELAJAR
Francis P. Robinson à Metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) à biasa digunakan untuk mempelajari bahan berupa teks, hasil riset, dll).
Langkah-langkahnya sbb :
1) Survey à memeriksa atau mengidentifikasi seluruh materi untuk kemudian diberi tanda (koding).
2) Question à menyusun pertanyaan yang relevan tentang materi yang telah disurvey
3) Read à membaca bahan yang dipelajari dan menemukan bagian-bagian yang dianggap penting.
4) Recite à menyebutkan jawaban atas pertanyaan yang dibuat di atas dari bahan yang dipelajari.
5) Review à meninjau kembali pertanyaan dan jawabannya, apakah memiliki relevansi dengan bahan yang dipelajari.
Thomas & Robinson à Metode PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review) à biasanya juga untuk mempelajari bahan berupa teks.
Langkah-langkahnya sbb :
1. Preview à memeriksa bab (bagian yangakan dipelajari) untuk menemukan bagian-bagian yang lebih kecil untuk melihat kaitan masing-masing dan diberi tanda-tanda tertentu.
2. Question à menyusun pertanyaan yang relevan tentang materi yang telah disurvey
3. Read à membaca bahan yang dipelajari dan menemukan bagian-bagian yang dianggap penting, untuk menemukan jawab atas pertanyaan di atas.
4. Reflect à memahami isi/substansi bahan yang dipelajari seraya menemukan contoh atas bahan tersebut dan mengkaitkan dengan pengetahuan yangtelah dimiliki.
5. Recite à menyebutkan jawaban atas pertanyaan yang dibuat di atas dari bahan yang dipelajari.
6. Review à meninjau kembali pertanyaan dan jawabannya, apakah memiliki relevansi dengan bahan yang dipelajari
Metode-Metode lain yang biasa digunakan dalam Psikologi antara lain :
- Metode Eksperimen
Suatu metode yang pelaksanaannya dengan melakukan percobaan-percobaan.
Tujuan : untuk mengetahui reaksi yang timbul dari suatu treatment (tindakan tertentu).
Dalam pelaksanaannya harus dengan melakukan pengendalian (kontrol) terhadap variabel yang ingin diteliti.
Ada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
Misal : Pengaruh bermain kelompok terhadap tenggang rasa
Dalam hal ini harus dikontrol jenis dan bentuk permainan yang diterapkan.
- Metode Observasi
1) Metode Introspeksi à mempelajari gejala jiwa dengan melakukan pengamatan terhadap diri sendiri dengan teliti dan sistematis.
Keberatan terhadap metode ini: Objektivitas sulit dijaga, hanya dapat dilakukan untuk aspek yang disadari saja.
2) Metode Ekstrospeksi à mempelajari gejala jiwa dengan melakukan pengamatan secara teliti dan sistematis terhadap orang lain.
- Metode Genitik à biasa untuk mempelajari perkemb. Metode ini dapat dilakukan dengan Longitudinal dan / atau Cross sectional.
- Metode Riwayat Hidup à biasa untuk Klinis
- Metode Tes
TEORI-TEORI BELAJAR
TEORI KONEKSIONISME (EDWARD L. THORNDIKE)
(Teori Trial and Error, Teori Stimulus-Respon, Instrumental Conditioning)
Dasar : Peristiwa belajar akan terjadi karena terdapat hubungan antara “Stimulus dan Respon”
Eksperimen pada “Kucing” lapar yang harus mencoba menemukan (Respon) jalan keluar dari sangkar untuk mendapatkan makanan (Stimulus)
Dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar :
1. Keadaan kucing yang lapar à mendorong (motivasi) perilaku mencari makan.
2. Tersedianya makanan à menjadi stimulus timbulnya perilaku mencari untuk memperoleh kepuasan.
Keterkaitan antara Stimulus-Respon ini menjadi dasar timbulnya hukum belajar :
1. Law of Effect à jika respon menimbulkan rasa puas, maka hubungan antara Stimulus-Respon akan semakin kuat, begitu juga sebaliknya.
Hukum ini kemudian mengilhami timbulnya Reinforcer pada konsep Operant Conditioning (B.F. Skinner)
2. Law of Readeness (hukum kesiapsiagaan) à peristiwa belajar dapat tercipta jika telah terdapat kesiapan organisme; sebagai hasil dari pendaya gunaan satuan perantara (Conduction unit), self regulation, self direction.
3. Law of Exercise (hukum latihan) àperistiwa belajar sangat tergantung pada sering/ada tidaknya latihan-latihan.
- Law of use à perilaku belajar akan melekat jika sering digunakan
- Law of disuse à perilaku belajar akan mudah hilang jika tida sering digunakan.
Langganan:
Postingan (Atom)